
BGN Terapkan Aturan Baru: Koki SPPG Harus Miliki Sertifikat Resmi
Jakarta : Badan Gizi Nasional (BGN) resmi menetapkan standar operasional prosedur (SOP) terbaru, yang mewajibkan setiap koki di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memiliki sertifikat dari lembaga resmi. Kebijakan ini diambil sebagai langkah preventif untuk memastikan program Makan Bergizi Gratis (MBG) tersaji dengan aman dan berkualitas bagi para siswa.
"Sudah diumumkan kemarin sore, semua koki yang di dapur harus bersertifikasi. Selain itu, ada kebijakan baru, yakni yayasan harus menyediakan koki pendamping," kata Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang di Cibubur, Jawa Barat, Kamis (24/9).
Menurut Nanik, kebijakan ini dirancang agar pengawasan berjalan lebih menyeluruh, tidak hanya dari BGN, tetapi juga melibatkan pihak yayasan mitra. Dengan demikian, pengelolaan dapur dapat lebih terkendali dan tanggung jawab bersama dapat tercipta.
"Karena yayasan sudah menerima manfaat dari kita sewa lahan bangunannya, dia harus ikut bertanggung jawab dengan menyediakan koki, mengapa? Supaya ini kontrolnya bukan hanya dari BGN, melainkan ada kontrol juga dari pihak mitra," jelasnya.
Ia menambahkan, dengan adanya syarat sertifikasi, koki akan lebih terlatih dan disiplin dalam mengikuti standar yang telah ditentukan BGN.
"Makanan itu dari dimasak matang, maksimal enam jam harus langsung disantap. Kalau mereka mau memberikan makanan jam 07.00 atau 08.00 pagi, artinya mereka harus masak jam 02.00, tetapi yang terjadi, mereka masak sebelum jam 12.00, padahal kami sudah ada SOP-nya. Kalau dia chef yang bersertifikasi, dia tidak akan berani melakukan hal ini," ungkap Nanik.
Sebagai bentuk keseriusan, BGN juga menyiapkan sanksi tegas bagi SPPG yang terbukti melanggar SOP.
"SPPG diberhentikan dan kepala SPPG juga diberhentikan. Kami serius menangani hal ini, langsung kita tutup, kita akan tegas dalam hal ini dan tidak main-main, karena semua kalau mengikuti petunjuk teknis, dapur ini sangat higienis dan tidak mungkin terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan," tegasnya.
Nanik menekankan, keselamatan anak-anak adalah prioritas utama. Oleh karena itu, setiap potensi risiko, termasuk kejadian luar biasa (KLB), harus dicegah dengan langkah cepat dan tegas.
"Kita sudah kerja sama dengan kepolisian, Badan Inteligen Negara (BIN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dinas kesehatan. Di Bandung Barat ada dua dapur, pemiliknya satu yayasan, ini kita lagi investigasi, dapur sudah ditutup. Satu nyawa pun BGN sangat perhatian, satu nyawa sangat berarti bagi kami," ujar Nanik.(*)