Ukuran Font Artikel
Small
Medium
Large
Kredit Fiktif Jepara Artha, KPK Tetapkan Lima Tersangka

Kredit Fiktif Jepara Artha, KPK Tetapkan Lima Tersangka

 

Foto : Konpers penahanan kasus kredit fiktif BPR Jepara artha oleh KPK


Jakarta: KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pencairan kredit usaha di BPR Jepara Artha. Perkara ini terjadi pada periode 2022 hingga 2024.

Dalam proses penyidikan, KPK telah memeriksa sejumlah saksi, ahli, melakukan penggeledahan di beberapa rumah dan kantor. Serta menyita sejumlah barang, aset, dan uang yang diduga terkait dengan perkara ini.

“Berdasarkan bukti permulaan yang cukup. KPK meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan dan menetapkan lima orang sebagai tersangka,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahahu di gedung KPK, Kamis (18/9/2025).

Sebelumnya KPK mencatat dugaan rasuah terkait pencairan kredit usaha oleh PT BPR Jepara Artha (Perseroda) merugikan keuangan negara yang ditaksir mencapai ratusan miliar. "Taksiran kerugian negara pada Perkara BPR Jepara Artha adalah Rp220 miliar," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi, Kamis (10/10/2024).

Adapun lima tersangka dalam kasus ini yaitu Jhendik Handoko (JH) selaku Direktur Utama BPR Jepara Artha. Iwan Nursusetyo (IN) sebagai Direktur Bisnis dan Operasional, serta Ahmad Nasir (AN) yang menjabat Kepala Divisi Bisnis, Literasi dan Inklusi Keuangan. 

Selain itu, tersangka lainnya adalah Ariyanto Sulistiyono (AS) selaku Kepala Bagian Kredit. Dan Mohammad Ibrahim Al’Asyari (MIA) yang merupakan Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang (BMG).

Para tersangka saat ini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK untuk 20 hari pertama. Terhitung mulai 18 September 2025 hingga 7 Oktober 2025.

Modus dugaan korupsi pencairan kredit fiktif terungkap, sebanyak 40 debitur fiktif direalisasikan dengan total plafon kredit mencapai Rp263,5 miliar. Dana hasil pencairan kredit fiktif tersebut digunakan untuk berbagai pos.

Di antaranya, Rp2,7 miliar untuk biaya provisi. Selanjutnya, Rp2,06 miliar untuk premi asuransi ke Jamkrida, dengan kickback Rp206 juta kepada Direktur Utama BPR Jepara Artha, JH.

Jumlah Rp10 miliar untuk biaya notaris, dengan kickback Rp275 juta kepada IN (Direktur Bisnis dan Operasional). Serta, Rp93 juta kepada AN (Kepala Divisi Bisnis, Literasi, dan Inklusi Keuangan).

Kemudian, Rp4,85 miliar sebagai fee bagi 40 debitur fiktif. Selain itu, penyidik menemukan aliran dana, Rp95,2 miliar digunakan oleh JH dan manajemen untuk menutup kredit macet, melunasi angsuran

Pembelian mobil, serta penarikan tunai Rp1 miliar, dilakukan oleh AN atas perintah JH. MIA selanjutnya mengelola Rp150,4 miliar untuk pembelian tanah sebagai agunan fiktif senilai Rp60 miliar.

Pembayaran angsuran kredit Rp70 miliar, hingga pembelian aset pribadi. MIA juga memutar dana melalui rekening pribadi, PT BMG, dan sejumlah perusahaan lain agar terlihat seolah-olah terkait usaha beras.

Tak hanya itu, MIA juga memberikan sejumlah uang kepada pejabat BPR Jepara Artha sebagai bentuk suap. JH: Rp2,6 miliar, IN: Rp793 juta, AN: Rp637 juta, AS: Rp282 juta, dan Biaya umroh untuk JH, IN, dan AN sebesar Rp300 juta.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI saat ini masih menghitung kerugian keuangan negara akibat kasus tersebut. Dari hasil sementara, negara diperkirakan mengalami kerugian sekurang-kurangnya Rp254 miliar, terdiri dari baki debet dan tunggakan bunga.
Posting Komentar